Athlete A; Kemenangan Para Penyintas Kejahatan Seksual

(dok. pri)


Di balik prestasi gemilang tim Senam Amerika Serikat pada Olimpiade 2012 dan Olimpiade 2016 ada skandal pelecehan seksual terbesar di pusat pelatihan. Dan organisasi Senam United States of America Gymnastic (USAG) menutup mata dan membiarkan peristiwa mengerikan itu terjadi dalam waktu puluhan tahun.

Senam merupakan cabang olahraga yang spesifik dan unik. Jika Atletik sering dikatakan induk, maka senam kerap disebut ibu dari segala cabang olahraga. Senam termasuk cabang primadona yang wajib dipertandingkan di ajang multi event Olimpiade. Kita akan selalu senang menonton senam, menyaksikan gadis-gadis muda terbang meliuk-liuk di udara dan melakukan segala macam gerakan indah yang luar biasa, menakjubkan.

Pada era 1960-an dan sebelumnya, senam didominasi para atlet senior berusia 30 tahun ke atas. Namun kemudian berubah pada era 1970-an, dan mencapai puncak popularitas saat Nadia Comanecci, pesenam imut berusia 14 dari Rumania memenangkan emas dengan nilai-10, sempurna, di Olimpiade Montreal 1976.

Prestasi fenomenal Comanecci, menjadikan senam berkembang luas dan Comanecci menginspirasi jutaan anak-anak, terutama anak perempuan untuk berlatih senam, bahkan untuk sekadar bersenang-senang, tanpa memikirkan profesional sebagai atlet. Tak terkecuali di Amerika Serikat yang belum kuat tradisi olahraga senam.

Federasi Senam Amerika Serikat, USAG, kemudian membajak pasangan Bela Karolyi dan Martha Karolyi, Pelatih Comanecci, untuk mengasuh anak-anak berbakat AS yang telah memilih menjadi pesenam professional pada usia dini.

Hasilnya berbuah manis, pada Olimpiade Los Angeles 1984, tim Amerika Serikat untuk pertama kali memenangkan medali emas yang diraih pesenam remaja cantik berumur 16 tahun, Mary Lou Retton. Retton lantas menjadi bintang pop, pujaan nasional dan senam semakin digandrungi di Amerika Serikat. Senam menjadi industri yang menjanjikan.

Banyak akademi senam dengan sarana dan fasilitas yang baik berdiri. Senam juga menjadi extra kurikuler favorit bagi banyak anak gadis. Impiaan mereka adalah masuk tim senam AS yang bertanding di Olimpiade. Para pesenam cilik telah melepaskan segalanya karena senam akan mengambil hampir seluruh dalam hidup. Demikianlah satu syarat menekuni senam adalah fokus dari orang yang berkarakter perfeksionis.

Senam itu unik dari banyak aspek. Di cabang olahraga lain, orang dewasa membuat pilihan tentang apa yang mereka mau. Tapi itu tidak berlaku di senam, anak-anak sebelum remaja masuk kamp yang sepi dan tidak punya pilihan selain berlatih keras sesuai metode pelatih.

****

Namun USAG merenggut impian banyak anak perempuan dengan sangat keji dan menyakitkan. Mereka, ratusan pesenam mengalami kejahatan seksual yang dilakukan mantan dokter Senam USAG, Larry Nassar, dengan kedok pemeriksaan medis.

Skandal seks olahraga terbesar itu ditampilan kembali dalam seri dokumenter berjudul Ahtlete-A di platform Netflix, mulai Kamis 24 Juni 2020. Berkisah panjang lebar bagaimana kejahatan seksual "dibiarkan berkembang", dengan ratusan korban yang berani berbicara sebagai penyintas pelecehan untuk mengekspos budaya buruk di USAG.

Judul Ahtlete A merujuk pada anonim Maggie Nichols, mantan pesenam elite yang pada saat berusia 15 dilecehkan oleh Nassar di sebuah kamp senam AS jelang pengumuman tim AS ke Olimpiade Rio 2016.

Maggie yang kemampuannya hanya kalah dari Simon Biles justru tersingkir dari top-5, bahkan ia terlempar dari tiga cadangan. Maggie menduga ia tercoret karena sebelum pengumuman itu, ia melaporkan kejahatan Nassar pada Kepala Kamp dan Presiden USAG pada musim panas 2015. Alih-alih perilaku kriminal yang dilaporkan ke penegak hukum, USAG melakukan investigasi internal untuk melindungi Nassar, mengingat Nassar merupakan orang ‘penting’ dalam proyek memenangkan medali dan kucuran uang sponsor saat reputasi USAG sedang berjaya.

Rupanya sebelum Maggie, yang kini berusia 22, beberapa penyintas sudah melapor namun mereka dibuat yakin bahwa apa yang diperbuat Nassar adalah prosedur medis umum, bukan pelecehan seksual. Mereka diminta tidak mempermasalahkan karena itu hal ‘biasa’. Lalu mereka kembali dengan rasa takut, intimidasi, dan kebungkaman. Kembali ke kamp untuk dilecehkan lagi.

Gugatan Maggie pada akhirnya sampai di meja redaksi Indianapolis Star, yang memutuskan melakukan investigasi fedofilia terbesar yang pernah terungkap. Menurut Indianapolis Star, laporan Maggie yang kandas berjarak 15 bulan dengan artikel pertama Indianapolis Star pada 2016. Dan selama itu Nassar terus memeriksa atlet dan melecehkan puluhan perempuan.

Artikel tersebut yang menjadi pembuka tabir kejahatan yang disembunyikan sangat lama. Para korban Nassar yang puluhan tahun bungkam dan berdiam di rumah memilih keluar untuk menjadi penyintas kejahatan seksual. Mereka menghubungi Indianapolis Star dan lantang bersuara menceritakan pengalaman traumatis.

Nassar sempat bermohon kepada redaksi Indianapolis Star untuk tidak mempublishnya, karena ia mengaku orang penting dan telah berkontribusi banyak pada prestasi senam AS di Olimpiade dan Kejuaraan Dunia. Namun Indianapolis Star bergeming, lebih penting mengasihani para korban dan para penyintas yang jumlahnya ratusan daripada mengasihani pelaku kejahatan seksual seperti Nassar. Saat bukti telah cukup, polisi kemudian menangkap Nassar, dan menemukan 37 ribu gambar pornografi anak di komputernya.

Pada Februari 2017 perkara Nassar maju ke persidangan, babak beracara di ruang sidang yang saya senangi karena argumentasi-argumnetasi hukum yang logis dan kuat dari penyintas, penyidik, penuntut, pengacara, dan hakim.

Selain kisah Maggie, ada juga cerita penyintas mantan pesenam Rachel Denhollander dan Jane Dantizscher. Rachel dan Dantizscher menjadi motor bagi puluhan korban yang hadir di persidangan dengan berani mengklaim bahwa sekarang mereka penyintas bukan lagi korban, mereka punya kuasa sekarang. Pada saatnya Nassar, ayah tiga anak dijatuhi hukuman total 360 tahun di penjara Michigan pada 2018.

Nassar bukan hanya kisah seorang dokter yang menyalahgunakan posisinya, betapapun mengerikannya dia. Ini juga merupakan kisah kegagalan institusional. Indianapolis Star ingin membuktikan bahwa ini tidak berhenti di Nassar. Melainkan USAG harus bertanggung jawab, karena sebagai Organisasi yang tak memedulikan dan melindungi anak-anak.

Dasar hukumnya jelas, Undang-undang di Texas dan Indiana mewajibkan orang segera melapor jika mengetahui pelecehan seksual. Jika korbannya anak-anak di bawah 14 tahun, hukuman lebih berat, minimal 25 tahun. Indianapolis Star dengan sabar menemukan dan mengumpulkan bukti bahwa USAG tidak melaporkan. Justru mencoba menutupinya dari awal. USAG dan Komite Olimpiade Amerika Serikat menjadi tertuduh dan menerima cibiran. USAG pernah menulis kepada pesenam yang berisi jika dia terus mengadukan pelatihnya dia akan dikeluarkan dari tim bagaimanapun performanya.

Publik semakin curiga setelah investigasi Indianapolis Star, USAG berusaha mengubah struktur organisasi dan gaya komunikasi di tengah tuduhan bahwa mereka menutup mata kekerasan seksual. Presdien USAG, Steve Penny, bahkan membangun hubungan ‘gelap’ dengan penyidik FBI untuk melindungi citra USAG.

Steve Peny juga menolak menjawab pertanyaan “kunci” untuk kesaksian yang bisa memberatkannya di sidang senat dewan. Meskipun ia dicecar punya tanggung jawab. Peny dinilai sebagai pimpinan organisasi yang lebih mengutamakan medali dan uang daripada perempuan remaja yang mengalami kekerasan seksual oleh Nassar. Penny kemudian ditangkap dan dituntut atas perusakan barang bukti

Karena keberhasilan mengungkap skandal besar, telah terjadi reformasi transformatif di seluruh cabang olahraga, tak hanya USAG. Para induk organisasi sudah menerapkan kebijakan dan tindakan pencegahan yang lebih kuat, meluncurkan berbagai upaya pendidikan, dan membuat perubahan budaya organisasi, kepemimpinan, dan personel.

Namun yang jauh lebih penting adalah ini merupakan kemenangan para penyintas kejahatan seksual di USAG. Kisah keberanian Maggie, Rachael, Dantizscher dan ratusan penyintas sungguh hebat dan menginspirasi dunia.

Para penyintas sangat gigih. Selama proses persidangan, mereka menunjukkan kebenaran, saling mendukung dan semangat pemberdayaan yang luar biasa. Justru dengan bercerita secara jujur dan terbuka, penyintas merasakan kebebasan dan kelegaan, dan kebanggaan menjadi bagian perlindungan dan menegakkan keadilan bagi banyak orang dari penderitaan yang disebabkan oleh pelecehan seksual.

Ketika selesai menonton, ada perasaan lega karena hukum telah ditegakkan dan pelaku kejahatan mendapatkan hukuman sangat berat. Tapi juga ada pula perasaaan marah, bahwa kejahatan seksual masih terus mengancam kehidupan. Ada predator seks di mana-mana.

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Naik Kereta Api Surabaya ke Jogja

Mencermati Teori Werner Menski: Triangular Concept of Legal Pluralism

Perjalanan Seru dari Makassar ke Jogja