Dua Babak Karir Ronaldo, Il Fenomeno


Yokohama, 30 Juni 2002, hari ini tepat 18 tahun yang lalu, tim Brasil menang relatif mudah dengan skor 2-0 atas Jerman di final Piala Dunia 2002.

Kemenangan yang memastikan Brasil sebagai juara Piala Dunia kelima kali atau yang disebut pentaProtagonista La Selecao di Korea-Jepang tak lain adalah Striker Ronaldo Luis Nazario de Lima.

Catatan ini tentang sosok Ronaldo, El Fenomeno di jagad sepak bola dunia. 

****

Pada Maret hingga Juni lalu, dunia tanpa hiburan sepak bola karena dihantam pandemi korona, kita semua penggemar bola merasakan kerinduan akan pertandingan-pertandingan sarat sejarah. Beberapa media juga sibuk mengupas laga-laga seru dalam format kilas balik, on this day, atau sejenisnya.

Alih-alih pada Lionel Messi atau Christiano Ronaldo, entah kenapa pemain yang paling saya kenang adalah Ronaldo Luiz Nazario. Saya merindukan ia sebagai salah satu pesepakbola terbesar dalam sejarah, pemain dengan skill terbaik yang pernah saya saksikan. Ronaldo adalah idola era pertengahan 1990-an hingga pertengahan 2000-an.

Saya tumbuh menjadi penggemar bola pada pertengahan dekade 1990-an. Barangkali tepat Piala Dunia AS 1994, saat Brasil berhasil menjuarai dengan mengalahkan Italia di final dalam drama adu penalti di stadion Rose Bowl Pasadena, Los Angeles.

Saat itu pertama kali saya melihat sosok Ronaldo di layar kaca, anggota skuad Brasil yang belum berusia 18. Ia tak mendapatkan satu menit pun bertanding di Amerika Serikat. Pelatih Carlos Alberto Pareira memang memanggilnya hanya untuk menjadi pelapis duet predator, Romario dan Bebeto.

Selepas turnamen, rasanya tak ada pemain yang mendapat sorotan media seintens Ronaldo. Kariernya melesat di PSV Eindhoven selama dua musim, dan pada musim panas 1996 ia diboyong ke Barcelona dengan nilai transfer mahal, $ 20 juta. Manajer karismatik Bobbi Robson yang juga baru datang ke Camp Nou terkesan dengannya.

Robson dalam film dokumenter, More Than a Manager, menjelaskan Ronaldo adalah penyerang berkelas dunia, pemain yang bisa mengubah permainan. “Fisiknya seperti petinju kelas menengah, bahu, bisep, dan tubuh yang bagus, dan kaki yang luar biasa. Dia salah satu pemain tercepat yang pernah saya lihat saat membawa bola.” puji Robson.

Ditukangi Robson dan bermain di stadion terbesar, bakat Ronaldo sangat matang dari usianya, yang membuatnya menjadi Pemain Dunia FIFA termuda pada usia 20, dan penerima termuda Ballon d'Or berusia 21. 

Hanya semusim Ronaldo di Catalan, kemudian ia hijrah ke Inter Milan dengan rekor kontrak termahal dunia dan pemain terbaik dunia. Serie-A musim 1997/1998 inilah satu musim penuh yang paling bisa saya kenang dari aksi-aksi Ronaldo. Ia bertanding di Liga Italia yang bisa saya tonton tiap pekannya karena RCTI membeli hak siar, sedangkan kompetisi La Liga dan Eredivise Belanda belum tayang di Indonesia.

Ronaldo bergabung dengan predator ganas di Serie-A seperti Gabriel Batistuta, Filipo Inzaghi, dan Alesandro del Piero. Saya ingat membaca tabloid Bola, beberapa pengamat meragukan ketajaman Ronaldo di La Liga bisa terjadi di Serie-A.

Serie-A adalah kompetisi terketat yang dihuni bek-bek sangar seperti Ciro Ferarra, Paolo Maldini, Fabio Cannavaro, dan Alesandro Nesta. Di liga demikian sengit, jumlah peluang tercipta sangat minim. Pendekatan klub Italia memang cenderung merapatkan barisan, jadi mustahil Ronaldobisa mengulang mencetak seperti golnya ke Compostella ke gawang klub-klub Italia.

Kehadiran Ronaldo di Inter dan Italia adalah tontonan sepak bola yang bermutu tinggi. Inter yang sebelum kedatangannya adalah tim yang menurun drastis prestasinya, tak pernah lagi menjuarai Liga Italia selama sembilan tahun, kini punya kesempatan besar berkat penampilan konsisten Ronaldo.

Ronaldo dipandang sebagai jenis striker baru pada 1990-an. Dia adalah pemain yang sangat kuat, cepat, finisher yang tenang dengan gerakan dribblel paling terampil. Ronaldo mampu menggunakan kedua kaki, meskipun secara alami kaki kanan. Ia bisa dibilang striker paling berbahaya di dunia yang pernah ada.

Sayang Inter gagal mendapatkan scudetto di pengujung musim karena salah satu faktornya merasa dirampok oleh wasit Piero Ceccarini di pertandingan penting melawan Juventus di Delle Alpi. Laga kontroversi Derby d’Italia itu sampai sekarang masih menjadi perdebatan.

Satu-satunya gelar yang ia persembahkan untuk Massimo Moratti dan Interisti pada musim tersebut adalah Piala UEFA. Di final Piala UEFA edisi pamungkas yang dihelat di Paris, Inter mencukur Lazio 3-0 dengan penampilan fantastis. Salah satu golnya ikonik yang diciptakan Ronaldo, ia melewati Nesta dan menggocek Luca Marchegiani.

Bagi saya laga tersebut merupakan salah satu penampilan terbaik Inter Milan dan Ronaldo. Sungguh fantastis, tiap kali Ronaldo mendapat bola, ia melakukan sesuatu yang hebat dengan keterampilan olah bola luar biasa, menggocek, mengelabui dua-tiga lawan yang menghadangnya dengan gerakan sangat lembut dan halus. Ia fenomena pada malam itu.

Dengan penampilan tersebut dan status pemenang Ballon d’Or, Ronaldo menjadi bintang paling dinantikan di Piala Dunia Perancis 1998. Bisa dikatakan 1998 adalah tahun yang 'aneh' bagi Ronaldo. Di Perancis ia membuktikan sebagai pemain terbaik sejagad, namun ketika menjelang pertandingan final melawan Perancis, ia menderita sesuatu hal yang membuatnya tampil jauh di bawah levelnya. Brasil hancur lebur 0-3.

Bagi banyak pundit, Piala Dunia 1998 merupakan akhir fase pertama Ronaldo. Secara garis besar karir Ronaldo dapat dibagi menjadi dua. Fase kedua saat ia kembali setelah cedera lutut panjang pada 2002. Menjelma pemain yang berbeda, tapi masih brilian, masih menjadi pencetak gol yang produktif.

Justru karirnya lebih sukses, dengan mengantarkan Brasil juara dunia, sekaligus sebagai trofi penebusan kegagalan 1998. Ia juga berhasil memenangkan juara Liga Spanyol bersama Real Madrid pada 2003, titel yang luput saat berkostum Barcelona di fase pertama.

Satu pertandingan tak terlupakan Ronaldo pada fase kedua adalah leg-2 Liga Champions 2003 melawan Manchester United di Old Trafford. Ronaldo membungkam pasukan Alex Ferguson dengan hettrick berkelas. Saat Ronaldo ditarik keluar pada menit ke-70, ia mendapat standing ovation dari suporter United, hal yang belum pernah terjadi.

Tetapi fase pertama, versi 1990-an adalah segalanya, pada puncak penampilannya yang fenomenal untuk PSV, Barcelona, dan Inter Milan musim pertama. 

Ronaldo pemain yang merupakan campuran kekuatan dan kehalusan, menghancurkan pertahanan sehingga ia pilihan ‘konsensus’ di antara semua pemain belakang Seri A yang hebat di era itu seperti Paolo Maldini, Alesandro Nesta, Fabio Cannavaro; sebagai striker terbaik yang pernah mereka hadapi.

Begitulah rasanya menonton Ronaldo di puncak awalnya. 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Naik Kereta Api Surabaya ke Jogja

Mencermati Teori Werner Menski: Triangular Concept of Legal Pluralism

Perjalanan Seru dari Makassar ke Jogja