Setelah Menonton Schindler's List

(sumber: https://imdb.com/title/tt)

Saya senang drama latar belakang sejarah. Selain menarik dari cerita, film sejarah memberikan wawasan edukatif, perspektif, dan imajinasi terliar. Saya yakin sedikit-banyak peristiwa (film) sejarah yang kita tonton berpengaruh pada kehidupan yang kita jalani saat ini.
Tiga hari lalu saya menonton kembali film kamera hitam-putih berjudul Schindler’s List di saluran digital Netflix. Dari penelusuran, film ini tidak pernah mendapat izin tayang di Indonesia karena dituding alat propaganda.
Ada banyak film tentang Holocaust, dan Schindler's List satu yang terbaik. Disutradarai Steven Spielberg pada 1993, berdasarkan novel Schindler's Ark karya Thomas Keneally yang terbit pada 1982. Maha karya yang mengantar Spielberg memenangkan tujuh trofi Academy Awards 1994, termasuk Best Picture dan Best Director. Film ini disebut-sebut sebagai 10 film paling berpengaruh yang pernah dibuat.
Bercerita tentang Oskar Schindler (Liam Neelson), pengusaha Katolik Jerman dan anggota partai Nazi, yang tak terduga menyelamatkan sekitar 1200 kaum Yahudi di Krakow dari eksekusi kamar gas di Auschwitz.
Schindler bukan pahlawan sebagaimana yang kita pahami. Ia perokok berat, suka mabuk, dan magnet bagi semua perempuan yang bertemu dengannya, ia pengusaha yang suka menyuap rezim berkuasa demi memuluskan bisnisnya.
Di tengah invasi tentara Nazi Jerman di Krakow pada 1939, Schindler mendirikan Deutsche Emailwaren Fabrik (DEF), pabrik yang memproduksi peralatan dapur dan rumah tangga. DEF juga membuat peluru, tapi keuntungan amunisi tak sebesar laba panci, semata-mata aspek politis saat perang.
Schindler pengusaha yang jeli dan sedikit licik sebenarnya. Mulanya ia mengeksploitasi tenaga kerja Yahudi dengan upah rendah. DEF sukses menghasilkan keuntungan besar, yang ia gunakan untuk menggelar pesta-pesta, baik untuk dirinya maupun pejabat tentara SS. Singkatnya ia kaya justru pada saat perang. 
Namun tanpa diduga buruh pekerjanya terselamatkan karena pabriknya adalah tempat berlindung dari kekejaman Nazi. Ia menyaksikan langsung kengerian pembantaian warga Yahudi di Kamp Palskozw, mengubah hatinya menjadi lebih peduli. Tiap hari ia melihat tentara SS di bawah komandan kamp bernama Amon Goeth membantai warga Yahudi dengan cara paling biadab. 
Amon Goeth yang diperankan Ralph Fiennes, benar-benar mempertontonkan karakter penjahat yang luar biasa jahanam. Dia kapten pencabut nyawa orang Yahudi. Di villa ia suka makanan enak, minum anggur nikmat sambil dimanikur-dan-pedikur, kemudian ia berjalan ke balkon dengan mengokang senapan, mengkeker dan menembak budak Yahudi yang lamban dalam bekerja, tanpa peringatan.
Satu waktu lagi, Kapten Goeth membariskan semua orang dari satu barak karena ada satu anggota barak tersebut hilang. Ia enteng saja menembak sebelah kirinya, lalu sebelah kanan, dan sampai 25 lima orang Yahudi ia bunuh dalam satu kesempatan. Paling tidak terbayangkan bagaimana aksi Kapten Goeth membakar massal manusia dalam satu liang raksasa, kemudian ia berkata kepada Schindler ia seperti kurang kerjaan melakukan itu. Begitu dingin dan keji. Di kamp Plazkow Goeth dan anak buahnya membunuh 50 hingga 80 ribu orang Yahudi.
Genosida Yahudi di Krakow dan situasi perang pada musim panas 1944, membuat Schindler berniat memindahkan pabriknya beserta seluruh pekerjanya dari Krakow ke Brunnlitz, di tempat yang sekarang menjadi Republik Ceko. Tentu proses pindah itu tak mudah dan mesti mendapat izin dari pimpinan tentara SS. Maka untuk memuluskan ia menyogok jumlah uang yang sangat besar dan konon mengirim perempuan penghibur, untuk mendapatkan tawanan-tawanan Yahudi yang dipekerjakan sebagai pekerja di pabriknya. Upaya yang telah ia lakukan selama berbisnis.
Misi utama Schindler adalah melindungi pekerjanya dari eksekusi di Aushwitz, bukan lagi keuntungan. Ia bersama akuntan andal Yahudi, Itzhak Stern (Ben Kingsley) kemudian menyusun daftar pekerja DEF yang berhak mendapatkan stempel untuk pindah ke Brunnlitz, dengan demikian terselamatkan dari angkara Aushwitz. 
Bukan hanya pekerja pabriknya, ia juga menyuap petugas Nazi supaya membebaskan tahanan lain. Semakin besar uang pelicin semakin banyak yang bisa diselamatkan dari kamp jahanam itu. Betapa uang memiliki kuasa besar. Daftar yang ia buat adalah kebaikan sejati, daftar kehidupan.
Pada 7 Mei 1945, Jerman menyerah pada sekutu, dan disiarkan luas melalui radio. Schindler mengumumkan itu di depan seluruh pekerjanya bahwa perang telah selesai, pekerjanya semua selamat, dan justru dirinya sendiri yang menjadi target karena termasuk anggota Nazi.
Adegan tersebut merupakan adegan paling menenangkan dan melegakan setelah dua jam kita menyaksikan secara brutal penyiksaan dan pembunuhan sadis yang berlangsung hampir enam tahun.
Saat Schindler hendak pamit merupakan momen paling mengharukan dalam film ini. Ia diberi sepucuk surat yang ditandatangani seluruh pekerjanya, dan satu cincin, hasil peleburan gigi-emas dari pekerjanya, yang berukir tulisan satu ayat di kitab Talmud Ibrani “Barang siapa yang selamatkan satu kehidupan, ia selamatkan seluruh dunia”.
Ayat yang menyentuh lubuk hatinya paling dalam. Kemudian ia menangis, menyesal telah menghabiskan banyak uang untuk bersenang-senang, padahal itu bisa digunakan untuk menebus agar melepaskan banyak lagi tawanan. Ia juga menyesal mobilnya yang setara dengan sepuluh nyawa dan pin emas sebanding satu tahanan, luput ia lakukan. Ia menangis untuk pertama kali. 
“1200 pekerja Yahudi yang kamu telah selamatkan akan menghasilkan banyak generasi” kata Itzhak membesarkan jiwanya.
Generasi itulah yang mengunjungi pusara Schindler di Yerusalem yang wafat pada 9 Oktober 1974. Ia memang telah mati, tapi bagi orang yang selamat, rasa terima kasih tetap hidup turun ke generasi. Adegan yang sekaligus menutup film dengan klimaks cemerlang.
****
Drama kuat yang menegangkan, lebih dari sekadar kisah sejarah yang menentang kezaliman manusia atas manusia lain. Ini juga tentang kisah sejati kemanusiaan tentang kehidupan.
Film ini dipandang sebagai gambaran kehidupan yang realistis tentang holocaust, dalam hal kebrutalan Nazi. Telah mengilhami para penyintas untuk menceritakan lebih banyak kisah holocaust.
Spielberg memilih pendekatan dokumenter hitam putih. Dibuat seotentik mungkin dengan tampilan-tampilan dramatis dengan wajah tersorot tajam dan aksen Yahudi begitu natural, yang pengambilan gambar langsung di Krakow. Tak terbayangkan memproduksi karya film demikian bermutu dan intelektual tinggi seperti Schindler's List. 
Spielberg, yang juga keturunan Yahudi, ingin mengajak kita semua umat manusia merasakan penderitaan kaum Yahudi. Merenungkan mengapa kekejaman jahanam itu bisa terjadi, bukan ingin mengeksploitasi korban perang. Perang mengeluarkan sisi terburuk dari manusia. Tak pernah ada yang baik, selalu yang terburuk.
Schindler's List merupakan media yang sangat baik untuk mengenang, memberi perspektif baru, dan pembelajaran kehidupan nyata pada era Perang Dunia II.
Kita mesti bersyukur dengan kehidupan yang kita jalani saat ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Naik Kereta Api Surabaya ke Jogja

Mencermati Teori Werner Menski: Triangular Concept of Legal Pluralism

Perjalanan Seru dari Makassar ke Jogja