Review Buku Mengapa Negara Gagal?
Daren Acemoglu adalah Profesor Ilmu Ekonomi dari Massachusetts Institute of Technology, dan James A Robinson merupakan pakar politik dan Profesor Ilmu Pemerintahan Harvard University. Mereka berduet menulis Mengapa Negara Gagal (Why Nation Fail), Asal Mula Kekuasaan, Kemakmuran, dan Kemiskinan.
Buku penting yang sangat mencerahkan dan banyak dijadikan referensi akademik dan penetapan kebijakan.
***
Mengapa ada negara sukses dan mengapa pula ada negara gagal? Merupakan tesis utama buku ini. Daren Acemoglu dan James Robinson dengan telaten menyajikan gambaran-gambaran realitas mengenai kemiskinan, ketimpangan, dan konflik-konflik masih muncul hingga sekarang.
Daren dan Robinson membuka buku mengenai perbandingan telak di distrik Nogales, yang terbelah pagar pembatas. Di Utara Nogales Arizona, merupakan negara Amerika Serikat. Sedangkan di bagian Selatan adalah Nogales Sonora, merupakan bagian negara Meksiko. Walaupun mereka sama dari segi suku, ras, agama, etnik, dan budaya, kualitas kehidupan mereka sungguh berbeda.
Masyarakat Nogales Arizona beruntung dengan pelayanan kesehatan, pendidikan, keamanan, dan berbagai pelayanan kebutuhan hidup yang memadai. Masyarakat Nogales Arizona paham bahwa pemerintah mereka bekerja baik dalam sistem yang kuat.
Sebaliknya menimpa masyarakat Nogales Sonora, sebagian warganya tidak mendapatkan pendidikan tingkat menengah. Kejahatan tinggi, kondisi pelayanan kesehatan yang buruk, dan jalan-jalan memperihatinkan. Perbedaan mencolok tersebut dapat dijelaskan dengan sederhana bahwa yang paling menentukan adalah kerja pemerintahan melalui institusi inklusif.
Daren dan Robinson meyakinkan kita dengan banyak temuan informatif dan menarik, sehingga hipotesis-hipotesis geografi dan budaya, yang menyebabkan kesenjangan, sebenarnya telah usang. Kalaupun masih mengandung kebenaran sulit digunakan untuk menjelaskan kehidupan bernegara di zaman modern.
Contoh paling sederhana selain Nogales adalah Korea. Korea Utara dan Selatan memiliki kesamaan geografi dan budaya. Namun Korea Selatan saat ini merupakan kelompok negara terkaya dan Korea Utara sebaliknya, merupakan kelompok negara termiskin di dunia berdasarkan pendapatan per kapita penduduk.
Lalu bisakah hipotesis kebudayaan memahami kesenjangan? Pada umumnya adalah tidak bisa. Aspek-aspek kebudayaan yang kerap kali sangat ditonjolkan seperti agama, etos, kepercayaan, tidak begitu relevan untuk menjelaskan mengapa kesenjangan bisa terjadi dan sulit diatasi.
Kebudayaan Benua Afrika bisa menjadi contoh bagaimana hipotesis kebudayaan menyebabkan kesenjangan, bisa dipatahkan oleh temuan Daren dan Robinson.
Botswana, misalnya, berhasil keluar dari petaka negara gagal seperti Zimbabwe, Kongo, dan Sierra Leone, yang masih dirundung kelaparan, perang saudara, dan kekerasan separatisme. Sekali lagi, gagal atau berhasilnya pembangunan di suatu negara sangat ditentukan oleh fungsi dan mekanisme institusi-institusi di negara bersangkutan.
Pertumbuhan ekonomi dan kemakmuran senantiasa berawal dari institusi instruktif dan politik inklusif. Sebaliknya, politik ekstraktif bersinergi dengan institusi ekstraktif akan memusatkan kekuasaan di tangan sekelompok elite politik, yang cenderung mempertahankan dan membangun institusi ekonomi ekstraktif dengan memanfaatkan segala sumber daya demi mempertahankan kekuasaan politik.
Seharusnya tidak ada lagi negara miskin yang membuatnya menjadi negara gagal. Ketidakpuasan rakyat berakar pada masalah kemiskinan, disebabkan oleh minimnya hak-hak politik rakyat. Tidak memungkinkan warga negara untuk mengoptimalkan talenta, ambisi, kecerdasan, dan kualifikasi pendidikan mereka.
Padahal mereka kemungkinan punya manusia bertalenta seperti Bill Gates, bahkan mungkin ada satu atau dua Albert Einstein berikutnya, yang terpaksa bekerja sebagai petani miskin tanpa pendidikan, yang dipaksa melakukan apa yang tidak mereka inginkan. Yang menentukan adalah proses pengambilan keputusan, siapa yang merancangnya, dan mengapa mengambil pilihan itu.
Buku ini tercipta dari penelitian tajam dan mendalam Daren dan Robinson selama 15 tahun. Menjelaskan dengan kuat persoalan-persoalan bangsa Asia dan Afrika, kemudian memberikan perspektif baru serta solusi tanpa mencari sensasi.
Mengapa Negara Gagal (Why Nation Fail), telah menjadi rujukan banyak akademisi dan pengambil kebijakan di banyak negara.
Penuh dengan kisah menarik, memaparkan perkara-perkara besar dalam peradaban umat manusia dengan ketajaman analisa dengan perspektif sejarah yang sangat luas.
Mulai munculnya penyakit Pes pada abad ke-14-- yang mengubah institusi politik, ekonomi, dan kondisi sosial masyarakat Eropa--, zaman kolonisasi, runtuhnya Uni Soviet, hingga musim semi Arab yang menjatuhkan rezim-rezim otoriter di Afrika pada 2011.
Keseluruhan isi pustaka setebal 582 halaman ini menjadi bahan diskusi menarik di ruang-ruang kelas, dan juga bahan obrolan mengasyikkan di kedai-kedai kopi.
Selamat membaca.
Komentar
Posting Komentar