Pelajaran Hidup dari Balapan Maut

(sumber: https://www.imdb.com/)

Sebagai penggemar fanatik sport, sudah cukup banyak saya menikmati serunya rivalitas hebat dari para atlet di berbagai cabang olahraga, yang menjadi alasan mengapa saya selalu tertarik mengikuti persaingan atlet-atlet kelas dunia yang telah menorehkan tinta emas dalam karirnya, sekaligus menghibur para penggemarnya di seluruh dunia.
Sebut saja rivalitas petinju Muhammad Ali dan Joe Frazier yang masih selalu dibicarakan generasi 70-an; Persaingan Anatoly Karpov dengan Gary Kasparov yang kemudian mengangkat level catur lebih bergengsi; Magic Jhonson dan Larry Bird di arena NBA; Pete Sampras dengan Andrea Agassi, atau Roger Federer dengan Rafael Nadal di lapangan Tennis; Lim Swie King dengan Han Jian di Bulutangkis; atau Carl Lewis dan Ben Jhonson yang menghebohkan di nomor sprint 100 dan 200 m.
Pada ajang balapan Formula-1, saya juga sudah mendengar ketatnya persaingan Alain Prost dengan Arton Senna pada era 1980-an. Juga antara Michael Schumacher dan Mika Hakkineen di pengujung abad-20 selalu dijadikan role model bagi rivalitas pebalap generasi selanjutnya.
Terus terang saya terlewatkan dan sebelumnya tak pernah mengetahui ada rivalitas Formula-1 pada era 1970-an yang sangat berdarah-darah, antara pebalap Niki Lauda dengan James Hunt. Sampai akhirnya saya terhentak setelah menonton film berjudul Rush (2013)
****
Niki Lauda adalah orang Jerman yang lahir di Austria, turun-temurun keluarganya adalah pengusaha sukses. Namun Niki sudah memilih profesi pebalap sebagai jalan hidup. Sedangkan James Hunt, orang Inggris yang menolak disekolahkan ayahnya untuk kelak menjadi dokter. Pemberontakan dua anak muda berbeda tipikal ini di kemudian hari menciptakan rivalitas yang berdarah-darah di Formula-1.
Duel mereka sudah dimulai pada 1970 di ajang Formula-3, level bagi pebalap ditempa sebelum memasuki industri Formula-1 yang lebih kompleks dan paling menantang. Termewah sejagat raya.
Puncak perseteruan dan juga sekaligus fokus dalam film ini pada musim balapan 1976. Mencapai klimaks saat GP Jerman di Sirkuit Nurburgring, pada 1 Agustus 1976. Perebutan juara dunia semakin sengit, dan Niki yang memacu Ferrari mencoba menguber mobil McLaren yang digeber James. 
Sirkuit berbahaya ini kemudian membuat Niki menjadi korbannya. Mobil Niki hilang kendali dan tergelincir keluar jalur dan kemudian menghantam keras tembok pembatas. Mobilnya terbakar, wajah dan tubuh Niki pun terbakar api sepanas 800 derajat. Untung Niki diselamatkan dan masih bernapas.
Perjuangan Niki berpindah tempat. Bukan lagi di sirkuit, namun di rumah sakit mempertahankan hidupnya. James yang di awal musim tertinggal jauh, berhasil memangkas jarak dengan memanfaatkan absennya Niki di lintasan selama sebulan.
Ajaib, atau barangkali lebih tepat datangnya mujizat Tuhan. Lebih cepat dari diagnosa dokter, Niki pulih, dan kembali berlomba, setelah 42 hari insiden yang nyaris mencabut nyawanya. Dia finish ke-4, dan sebelum GP penutup di sirkuit Fuji Jepang, Niki unggul 3 poin. Juara dunia harus ditentukan di bawah hujan lebat dan riskan bagi Niki yang masih trauma dengan peritiwa horor Nurburgring.
Siapa akhirnya menjadi juara dunia Formula-1 1976 ?
Mengadaptasi biopic true storie orang populer bukanlah hal yang mudah. Tanpa dikemas dengan cerdas dan sedikit memberikan kejutan, penonton bisa jadi akan jenuh untuk tetap bertahan selama dua jam non stop di depan layar.
Ron Howard, sutradara The da Davinci Code, dan Beatifuil Mind—meraih Academy Award, dibantu Peter Morgan, penulis naskah,--berhasil mengemas Rush secara brilian. Tak ada adegan lamban yang membuat jenuh. Setiap adegan dijaga lewat gambar yang tepat, dan penataan artistik yang cerdas; dari busana, dandanan, model mobil F-1, hingga lanskap sirkuit-sirkuit pada 1976. Membuat kita seperti mundur menembus ruang waktu 44 tahun silam.
Dua aktor pemeran Niki dan James juga tampil oke. Daniel Bruhl, sangat sukses menjelma masuk ke dalam tubuh dan jiwa Niki Lauda yang kaku, serius, agak kuper, namun ambisius, cerdas, dan penuh akurasi. Sedangkan Chris Hemsworth yang memerankan James Hunt pun tampil menuai pujian. Tipikal pebalap Hunt yang memuja kehidupan hura-hura yang selalu melekat pada pebalap: rokok, alkohol, pesta, dan meniduri banyak perempuan penggemarnya,- sangat pas dimainkan Chris.
Duet ini, baik Niki dan James, atau juga Bruhl dan Chris, menunjukkan hubungan dua manusia yang diawali oleh permusuhan profesional, kemudian seiring perjalana waktu, mencipta hubungan persahabatan yang penuh makna. Tanpa persaingan daan rivalitas sengit, mereka berdua tak bakal menjadi juara dunia. Karena itulah, mereka saling menaruh hormat.
Jauh dari basa-basi yang klise. 






Komentar

Postingan populer dari blog ini

Naik Kereta Api Surabaya ke Jogja

Mencermati Teori Werner Menski: Triangular Concept of Legal Pluralism

Perjalanan Seru dari Makassar ke Jogja