Ketika Semua Orang Ketahuan Berbohong

(dok. pri)

Banyak orang telah membuat pernyataan-pernyataan besar tentang kedahsyatan big data, namun mereka kekurangan bukti. Oleh karena itu, menghimpun data sebanyak-banyaknya tentang masalah dunia adalah langkah pertama untuk memperbaikinya.
Bagi Seth Stephens-Davidowitz, dunia terlalu pelik dan terlalu kaya untuk data yang sedikit. Pada era big data, seluruh dunia adalah laboratorium. 
Buku karya Seth Davidowitz, Everybody Lies, Big Data dan Apa yang Diungkapkan Internet tentang Siapa Kita Sesungguhnya, merupakan bukti betapa dahsyatnya apa yang diungkap big data tentang kehidupan sehari-hari kita. Davidowitz merupakan mantan ilmuwan data di perusahaan Google. Kini Davidowitz penulis opini di New York Times. 
Tiap hari selama empat tahun ia menjadi detektif data, menghimpun dan menganalisis informasi yang kita klik di mesin Google. Mulai dari penyakit jiwa, seksualitas manusia, penganiayaan anak, aborsi, agama, kesehatan, alat pengecil perut, sampai siapa saja yang rajin membuka situs porno.
Davidowitz kemudian menyimpulkan bahwa Google adalah himpunan data paling penting dan jujur yang pernah dikumpulkan tentang hidup manusia. 
Data digital sekarang menunjukkan kepada kita ada banyak hal tentang masyarakat manusia daripada yang menurut kita telah kita ketahui, memungkinkan kita memperoleh wawasan yang penting, bahkan revolusioner (hlm. 16).
Hasil-hasil yang tampak oleh kita mungkin merupakan warisan kekurangsempurnaan metode pengumpulan data. Dan kebenaran mungkin berbeda, dan terkadang jauh lebih kelam. 
Davidowitz berani memastikan bahwa kebohongan telah berperan dalam kegagalan lembaga survei meramalkan kemenangan Donald Trump pada pemilihan presiden Amerika Serikat pada 2016.
Survei untuk mendapatkan data terstruktur, bersih, dan sederhana sudah berlalu. Pada era ini jejak-jejak tak beraturan ketika menjalani hidup menjadi sumber data yang utama dan lebih presisi. 
Mesin Google memiliki banyak informasi yang terlewatkan oleh jajak pendapat yang dapat berguna dalam memahami responden. Orang bohong menjawab jajak pendapat, mungkin karena tidak nyaman.
Orang bisa berbohong kepada teman, kekasih, dokter, survei, dan diri sendiri. Namun di Google mereka memberikan informasi yang memalukan. Google punya bukti kita cenderung membesar-membesarkan relevansi pengalaman kita sendiri. Laki-laki, contohnya, selalu melebih-lebihkan jika ditanya tentang aktivitas sexnya bersama pasangan. Melebih-lebihkan jumlah kondom yang dipakainya selama satu pekan.
Ada lagi contoh menarik lain. Mari kita simak kebenaran tentang isu benci dan prasangka (rasial) di Amerika Serikat. Sejumlah besar warga kulit hitam Amerika merasa menjadi korban prasangka buruk, dengan bukti tentang diskriminasi dalam razia polisi, wawancara kerja, dan keputusan pengadilan. Di pihak lain, sedikit sekali orang Amerika Serikat yang mengaku bersikap rasis. Jadi siapa yang bisa dipegang kata-katanya?
Internet membuat dunia terpecah. Komunikasi bergerak dengan cepat ke suatu situasi tempat orang membatasi diri pada sudut pandang mereka sendiri, sekaligus menyingkap minat tersembunyi orang dalam menjalani kehidupan. Perilaku orang di internet sungguh berbeda. Orang akan berkata jujur bila sedang sendirian daripada jika ada orang lain bersama mereka.
Davidowitz kemudian mengutip Peter Thiel dalam buku Zero to One, bahwa bisnis-bisnis raksasa dibangun berlandaskan rahasia, apakah rahasia terkait dengan alam atau rahasia terkait dengan manusia. 
Lihat Mark Zuckerberg, menjadi kaya raya karena Facebook ciptaannya paling mengerti hasrat terdalam pada diri manusia. Di Facebook orang bisa mengaku marah, bisa mengumumkan bahwa sesuatu buruk, tapi mereka tetap membuka situs itu. Seperti itulah bisnis berlandaskan rahasia bekerja.
****
Buku Everybody Lies menunjukkan bahwa dunia bekerja dengan cara yang betul-betul berlawanan dengan perkiraan kita. Membahas cara baru mempelajari pikiran, sehingga memberi perspektif luar biasa baru untuk menemukan jarum di tumpukan jerami yang makin lama makin tinggi. 
Dengan pemahaman yang lebih mendalam, kita mungkin menemukan cara untuk mengurangi sikap-sikap yang tidak perlu. 
Paling penting kita harus mengajukan pertanyaan yang tepat. Satu hal lagi: Jangan percaya pada apa yang dikatakan orang, tapi percayalah apa yang dia lakukan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Naik Kereta Api Surabaya ke Jogja

Mencermati Teori Werner Menski: Triangular Concept of Legal Pluralism

Perjalanan Seru dari Makassar ke Jogja