Menyambangi Markas Bali United, Juara Liga-1 2019
(dok. pri) |
Pada akhir tahun lalu, tepatnya pada Minggu, 27 Oktober 2019, saat berada di Pulau Bali selama sepekan, saya berkesempatan menyaksikan satu pertandingan kompetisi Liga-1, antara tuan rumah Bali United FC melawan Barito Putra, di Stadion I Wayan Dipta, Gianyar.
Saat itu, meski masih menyisakan 11 laga lagi, saya sudah meyakini Bali United akan memenangkan kompetisi kasta tertinggi sepak bola Indonesia pada musim 2019, hanya menunggu waktu untuk mengunci gelar juara. Posisi Bali United di puncak klasemen, hampir mustahil dikejar oleh pesaing terdekatnya, karena selisih poin sudah dua digit.
Sebagai penggemar sepak bola, saya menganggap kesempatan waktu itu sebagai wisata sepak bola, menyambangi dan menyaksikan langsung laga-laga seru, apalagi tim kandidat juara, di markasnya sendiri.
Jadwal duel Bali United versus Barito Putra baru digelar malam pukul 19.30, namun saya yang mengendarai motor dari kawasan Ubud yang berjarak 15 kilo meter, sudah tiba di Stadion pukul 16.30, tiga jam sebelum kick-off.
Sengaja memang, sebelum masuk ke tribun penonton berkapasitas 25 ribu penonton tersebut, saya ingin terlebih dahulu mengitari venue sembari jajan kuliner khas Bali; merekam animo besar suporter menyambut bus rombongan klub idola. Sungguh suatu atmosfer luar biasa tercipta pada Minggu sore hingga malam di Stadion Dipta.
Saya juga tak ingin melewatkan menikmati fasilitas-fasilitas stadion berkelir merah ini. Sekadar berbelanja di mega store, menengok ruangan bermain anak yang nyaman dan aman; dan cafe yang langsung bisa mengakses pertandingan seperti stadion-stadion di Eropa.
Kini saya sudah tak penasaran dan ragu lagi bahwa Stadion Dipta merupakan satu yang terbaik di Indonesia, dikelola dengan bagus dan professional, sistem manajerialnya patut dicontoh klub-klub lain di tanah air yang mayoritas belum memiliki home base yang representatif.
Seperti yang sudah kita ketahui hasil pertandingan tersebut dimenangkan Bali United dengan skor 3-2, melalui pertandingan seru dan menghibur penonton yang menyesaki stadion. Rasanya senang sekali bisa menyambangi klub favorit kuat juara dengan atmosfer suporter yang hebat, dan itulah mengapa saya mengatakan inilah cara saya berwisata sepak bola.
(dok. pri) |
****
Dua bulan kemudian, pada Minggu 22 Desember 2019, di tempat yang sama, Bali United menghadapi Madura United, menutup perjalanan mereka di musim kompetisi merayakan pesta juara, meraih medali emas, dan mengangkat trofi kampiun di depan pendukung sendiri. Sebelumnya, Pasukan Serdadu Tridatu sudah memastikan Juara Liga 1 2019 sebelum memainkan empat pertandingan terakhir.
Perjalanan Bali United mengarungi musim kompetisi ini sangat konsisten. Ibarat perlombaan balap Formula-1, Bali United menguasai pole position, melakukan start sempurna, hampir tak melakukan kesalahan sepanjang lomba, dan menuntaskan kerja dengan penuh gaya.
Manajemen Bali United memang membentuk tim yang lebih kuat dari musim-musim sebelumnya. Pieter Tanuri, CEO Bali United, sukses memboyong Stefano Cugurra alias Teco setelah mengantar Persija Jakarta juara pada 2018.
Bali United memang butuh pelatih berkarakter seperti Teco, meski pun Bali United sebenarnya memiliki materi pemain berkualitas, setidaknya dalam dua musim terakhir. Teco adalah sosok tepat mengangkat kejayaan Bali United.
Kekuatan racikan Teco harus diakui. Setelah mengantar Persija meraih juara musim lalu, kini giliran Bali United. Laki-laki Brasil 45 tahun itu sudah mencetak sejarah, sebagai pelatih asing pertama yang sukses meraih gelar juara Liga-1 di dua klub berbeda selama dua tahun beruntun.
***
Stefano Lilipali, Irfan Bachdim, Ilija Spasojevic, dan kawan-kawan bukan lagi tim kuda hitam, yang kadang-kadang menjegal tim utama langganan juara seperti Persija Jakarta, Persib Bandung, dan Persipura Jayapura. Namun Bali United sudah menjadi unggulan utama itu sendiri sejak awal.
Ditukangi Teco, Bali United menunjukkan kemajuan pesat dan mental yang kuat. Hal yang belum dimiliki sebelumnya walaupun masih bisa menembus papan atas klasemen.
Bali United jauh lebih berkembang. Mereka merencanakan dengan detail dan sangat siap dengan segala kemungkinan. Pengamalan pahit dua tahun lalu ketika sudah diambang juara harus hilang karena faktor non-teknis memberikan pelajaran berharga.
Teco selalu fokus mengorganisir pemain-pemain Bali United yang berasal dari berbagai daerah dan negara, meningkatkan kedisiplinan, etos kerja, dan kolektivitas. Tak pernah saya melihat mereka meremehkan lawan, sekalipun yang dihadapi adalah tim papan bawah.
Gaya melatih Teco memang cenderung konservatif namun dia konsisten. Taktiknya matang, solid, dan mengorganisasi tim dengan baik. Kolektivitas adalah kunci utama permainan yang dibangun.
Bagi Teco, kolektivitas jauh lebih penting ketimbang permainan individu. Mereka selalu dapat menampilkan permainan solid, dinamis, impresif, stabil, dengan semangat membara pasukan Serdadu Tridatu.
Teco menciptakan keseimbangan permainan Bali United. Lini pertahanan dibangun dengan empat bek sejajar seperti Dimas Angga Putra, Gunawan Dwi Cahyo, L Tupamahu, dan Ricky Fajrin, serta diperkuat keperkasaan kiper Wawan Hendrawan, menjadikan gawang Bali United paling minim tertembus serangan lawan.
Pertahanan kuat layaknya tembok menciptakan serangan yang baik. Barisan lini tengah juga dijalankan oleh para Gelandang berpengalaman dengan sangat baik, berfungsi sebagai jembatan kokoh antar lini. Gelandang Fadhil Sausu telah menjelma menjadi gelandang bertenaga. Bersama Paolo Sergio, dan Brwa Nouru, konsisten menampilkan performa brilian.
Mereka bermain lebih variatif, tampil taktis, sabar, rapat, dan keras. Tidak terus-menerus menyerang frontal, tapi acap juga mengendurkan tempo sembari diam-diam mencari celah kosong dan melancarkan serangan balik mematikan yang diselesaikan oleh barisan predator ganas yakni Lilipali, Irfan Bachdim, dan Spasojevic. Ketiganya semakin kompak dan saling berbagi asis dan berbagi gol.
Akan selalu datang yang pertama. Bali United hanya membutuhkan waktu lima tahun untuk menjadi juara di kompetisi kasta tertinggi di Indonesia. Sebelumnya klub ini bernama Putra Samarinda dan diakusisi oleh Pieter Tanuri, pengusaha otomotif asal Bali pada 2014.
Tidak sekadar menebus pengalaman buruk dua musim lalu. Bukan pula sekadar konfirmasi kualitas klub mereka saat ini. Lebih jauh, pencapaian besar 2019 menjadi momentum membangun identitas klub dari Bali yang lebih mengakar sebagai kekuatan elite Liga Indonesia.
Congratulation Bali United for winning the league.
(dok. pri) |
Komentar
Posting Komentar