Sepuluh Naluri Manusia yang Keliru

 

Factfulnees (2018) yang ditulis Hans Rosling, mengubah cara pandang saya memahami dunia dari apa yang pernah saya pelajari di sekolah dan di mana pun.

Biasanya pandangan-pandangan kita tidak lebih dari perasaan-perasaan yang tidak didasarkan pada bukti-bukti. Kita cenderung menyukai dikotomi, memiliki naluri dramatis yang kuat, dorongan untuk membagi segala sesuatu menjadi dua kelompok yang berbeda. Dan kita selalu melakukannya tanpa berpikir.

Minim dan salahnya pengetahuan tentang dunia saat ini merupakan masalah yang paling meresahkan dibandingkan semua persoalan. Hasrat Hans ingin menjadikan dunia lebih baik, karena itu ia begitu telaten menghimpun data (dari Bank Dunia dan PBB) dan kemudian menganalisis seakurat mungkin. Prinsip Hans, dunia tidak dapat dipahami tanpa angka, tetapi juga tidak dapat dipahami melulu dengan angka.

Bahwa dunia yang terbagi menjadi dua (negara maju dan negara berkembang) sekarang tidak lagi relevan. Agar lebih adil dan akurat, paling pertama dilakukan adalah mengganti "label" negara kaya dan miskin; kita dan mereka; dengan indikator tingkat pendapatan (tingkat pengeluaran) menjadi empat kelompok.

Tingkat pendapatan merupakan cara sederhana memahami segala isi dunia, dari kemiskinan, pendidikan, kesehatan, listrik, air bersih, toilet, kontrasepsi, pendidikan seks, sampai terorisme.

Lewat putra Hans, Ola Rosling, dan menantunya, Anna Rosling Ronnlund, membuat program komputer model statistik visual grafik gelembung-gelembung, menunjukkan bahwa keadaan dunia tidak statis, tetapi dalam keadaan terus berubah menjadi lebih baik. 

Cukup banyak yang tidak tahu-termasuk industri ekonomi- bahwa tiga perempat populasi dunia kini hidup layak, artinya lima miliar orang dapat menjadi konsumen, yang menginginkan sabun pembersih, gel rambut, kondom, pembalut, telepon pintar, motor, bahkan mobil. Hans mencontohkan pabrik pembalut mesti rajin meriset pertumbuhan perempuan hamil, karena berarti kehilangan pelanggan selama dua tahun.

Hans, profesor kesehatan internasional Swedia yang meninggal dunia pada 7 Februari 2017 di usia 69 karena kanker, semasa hidupnya menempuh perjalanan, belajar, dan bekerja di seluruh dunia, dengan orang-orang dari semua benua, dari semua agama besar, dan di semua tingkat pendapatan.

Pengalaman magang di India mengejutkan Hans, ternyata para siswa India lebih maju dalam pengetahuan medis daripada di Eropa yang selalu mengklaim tak terkalahkan. Hal itu membuka matanya, mencurahkan banyak energi dan gagasan mendekati dunia dengan rasa ingin tahu berbasis data yang jelas dan akurat.

****

Hans adalah seorang jenius, memiliki bakat sejati untuk mengemas pengetahuan dengan cara yang membuat pembaca terpesona. Dia mampu berpikir luas dan "keluar dari kotak" menggunakan perbandingan tak terduga namun meyakinkan. Hans dan tim selalu mendapat cara terbaik untuk menerangkan fakta atau konsep secara cemerlang.

Hans memiliki pemahaman yang sangat mendalam tentang kemanusiaan dan kemampuan untuk bercerita yang melampaui penjelasannya tentang angka. Seperti cara dia menyusun buku ini. 

Ada sepuluh naluri manusia yang kerap kali keliru yang digugat dan dicerahkan oleh Hans; naluri terhadap kesenjangan; naluri terhadap negativitas; naluri terhadap garis lurus; naluri terhadap rasa takut; naluri terhadap ukuran; naluri terhadap generalisasi; naluri terhadap takdir; naluri terhadap perspektif tunggal; naluri untuk menyalahkan; naluri terhadap keterdesakan.

Setiap naluri diuraikan dalam satu bab yang disajikan dengan kisah-kisah pengalaman menarik Hans mengembara sebagai dokter, terutama daerah Asia, Afrika, dan Amerika Selatan. Masing-masing cerita itu dia tutup dengan menguji satu pertanyaan dengan jawaban pilihan ganda. 

Tahukah, pertanyaan "mudah" itu sering dijawab salah oleh banyak orang dengan tingkat pendidikan tinggi sekalipun. Sama atau bahkan lebih buruk persentase jawaban benar simpanse yang memilih secara acak.

Kemudian dia pun mengelaborasi grafik gelembung dengan meyakinkan, melalui data, mengapa manusia acap salah terhadap dunia.

Naluri terhadap rasa takut, misalnya. Citra tentang dunia yang berbahaya diberitakan secara besar-besaran, padahal dunia justru belum pernah seaman sekarang.

Berpikir kritis selalu sulit, tapi hampir mustahil ketika kita sedang ketakutan. Naluri rasa takut adalah pemandu buruk untuk memahami dunia, jadi buat keputusan sesedikit mungkin sampai kepanikan menurun. Rasa takut hendaknya dikelola dengan baik. Hans mencontohkan Konvensi Chicago 1944 tentang penerbangan, merupakan salah satu kolaborasi manusia yang paling mengesankan ketika mereka memiliki rasa takut secara bersamaan.

Dalam bab naluri perspektif tunggal, yang jamak menjangkiti orang sungguh berbahaya. Berpikir penyebab tunggal atau solusi tunggal memang menghemat waktu, tanpa harus belajar suatu masalah dari nol. Tapi membuat kita buta terhadap informasi yang tidak bersesuaian dengan perspektif kita, membatasi imajinasi. 

Tidak ada satu solusi yang mampu memecahkan semua masalah. Ada pepatah, "Beri anak sebuah palu, maka semuanya dianggap paku". Untuk mengendalikan naluri perspektif tunggal, ambil sebuah kotak perkakas, bukan sebuah palu.

Naluri manusia saling menyalahkan, yang sangat merisaukan, diceritakan Hans dengan lucu dan sarkasme tentang penyakit sifilis. Satu naluri yang menghambat kemampuan kita mengembangkan pemahaman yang benar, yang berbasis fakta. Merusak fokus sewaktu kita terobsesi mencari seorang untuk disalahkan, kemudian menghalangi proses pembelajaran. Mengabaikan kemampuan kita memecahkan masalah, atau mencegahnya lagi. 

Manusia juga cenderung menggeneralisir, menyimpulkan, dan menghakimi, pada sebuah kategori melulu berdasarkan beberapa contoh, atau bahkan hanya satu. Membuat kita berpikir bahwa mereka semua sama.

Dalam bab naluri manusia terhadap ukuran, Hans menyarankan pengambil kebijakan, jika menginvestasikan uang untuk memperbaiki kesehatan, sebaiknya melalui upaya pencegahan di luar rumah sakit. Dalam wujud sekolah, pendidikan perawat, dan vaksinasi. Rumah sakit besar dengan megah dapat dibangun lain kali saja.

Untuk mengendalikan naluri terhadap takdir, Hans menyarankan bersikap terbuka pada data baru dan terus memperbaharui pengetahuan. 

Pengetahuan tidak mengenal istilah kedaluwarsa, tapi kita harus tetap membuatnya segar, seperti buah dan sayuran, karena segala sesuatu berubah sehingga kebutuhan akan pengetahuan dunia juga berubah. Bersikaplah rendah hati, ketika kita mempunyai suatu pandangan, bersiap mengubahnya begitu kita menemukan fakta-fakta baru.

Sesungguhnya, semua yang kita perlukan untuk bertahan hidup dapat mematikan bila dalam dosis yang tinggi. Terlalu banyak stres itu buruk, tapi dalam takaran yang tepat baik untuk performa. Percaya diri pun begitu, tak boleh berlebih. Hans menganjurkan kita mencemaskan hal-hal yang tepat dan mengabaikan kebisingan.

Hans menutup bukunya dengan keyakinan betapa membesarkan hati dan bermakna ketika kita tahu tentang dunia yang sesungguhnya. Bahwa hal-hal buruk memang terjadi di dunia, tapi jauh lebih banyak hal yang menjadi lebih baik, meskipun progresnya lambat.

Wawasan dunia berbasis fakta akan lebih nyaman. Stres dan putus asa akan berkurang daripada dunia yang dramatis. Karena kita dapat melihat apa yang harus kita perbuat untuk terus menjadikannya lebih baik.

Buku ini telah menginspirasi banyak orang untuk memahami dunia seperti yang diajarkan Hans, melawan perangkap pola pikir lama dalam pikiran manusia.

Di sampul buku, Bill Gates, sahabat Hans, menulis bawa Factfulnees merupakan salah satu buku paling penting yang pernah dibacanya dan menyarankan kita segera membacanya. Ketika saya tamat baca, senang luar biasa membayangkan pola pikir saya kira-kira sama dengan pandangan Bill Gates. Rasa-rasanya, saya pun memiliki kekayaan US$ 110 miliar (Rp 1540 triliun). Heheh.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Setelah Balapan, Konser Keren Lenny Kravitz (10)

Mencermati Teori Werner Menski: Triangular Concept of Legal Pluralism

Perjalanan Seru dari Makassar ke Jogja