Memahami Ideologi ISIS


Islam of State in Iraq and Syriah (ISIS/ NIIS) bukanlah satu agama, melainkan ideologi. 

NIIS sejak berdiri pada 2013, langsung menjadi kelompok yang kontroversial di dunia Arab dan Barat, terutama negara Amerika Serikat. Menjelma menjadi gerakan politik yang solid dan punya sokongan dana yang besar. Ancamannya dianggap lebih berbahaya daripada jaringan Al-Qaedah, karena mereka mempunyai wilayah basis yang terlegitimasi politik.

NIIS menjadi musuh negara berdaulat, meinginkan negara dalam satu negara. Sengaja hadir pada momen yang tepat, saat negara-negara Arab sedang mengalami transisi demokrasi akibat revolusi, terutama di Irak dan Suriah yang terus bergejolak.

Mereka menyebar ajaran sesat Islam radikal ke segala penjuru, termasuk ke Indonesia, negara muslim terbesar di dunia. Kelompok ini terang-terangan menentang imperialisme dunia Barat atas dunia Islam, di segala lini kehidupan, terutama ranah politik dan ekonomi. Terkait karena ketidakadilan global dan ketidakadilan sosial.

Mereka meyakini bahwa demokrasi dianggap cara barat yang selalu saja melemahkan umat Islam. Apa yang dipahaminya, faktanya demikian, demokrasi lebih menguntungkan barat daripada umat Islam sendiri.

Fenomena Usang

Kontradiktif dan sulit diterima akal sehat. Penampilan NIIS kerap menebar teror, kekerasan, merampok fasilitas publik, tak segan melakukan pembunuhan dan bahkan pembantaian terhadap kelompok minoritas. Kelompok ekstrim tersebut memaksa mendirikan negara berdasarkan agama Islam, tetapi sama sekali tidak mencerminkan nilai-nilai luhur yang menjadi esensi Islam. Islam menjunjung tinggi keadilan, kedamaian,dan kemanusiaan.

Penilaian rasionalnya bahwa NIIS hanya bisa bertahan dalam sebuah negara yang sedang mengalami guncangan politik. Sedangkan di negara yang relatif stabil, NIIS akan sangat mudah dimentahkan. Karena itu pemerintah dan masyarakat khusus di Indonesia perlu kewaspadaan. Dimulai memperkuat diri sendiri.

Cara melawan NIIS dengan mengedepankan paham Islam moderat. Ideologi jenis NIIS dapat ditangkal dengan pendidikan. Bisa formal atau nonformal. Harus diakui banyak masyarakat akar rumput kita belum percaya dengan ilmu empiris. Meski semangat keagamaan masyarakat sudah mengakar namun belum cukup tradisi ilmiah yang kuat, sangat mudah terpengaruh stigma, dogma, bahkan mitos.

Namun, kita tak perlu takut berlebihan. Keberhasilan Indonesia sebagai negara dengan penduduk Islam terbanyak di dunia menjadi entitas terbuka dan demokratis membuat ideologi Islam radikal sebenarnya mudah ditelan. Paranoid yang berlebihan juga membuat kita tak nyaman dan kehilangan kebebasan, kehilangan banyak waktu hanya mengurus hal-hal yang sejatinya bukan fenomena baru lagi, yakni ideologi asing.

Sejak lama bahkan sebelum kemerdekaan yang dicetuskan duet Soekarno-Hatta, banyak ideologi luar dari semua aspek: Agama, Ekonomi, Politik, dan sebagainya; masuk untuk memengaruhi, menggeser, bahkan mencoba mengganti ideologi bangsa dan negara Indonesia, yakni PANCASILA.

Pancasila dengan nilai-nilai universa terkandung nilai spiritualitas, humanisme, kebersamaan, demokrasi, dan keadilan; sudah disepakati bersama merupakan landasan bagi seluruh aspek yang ada dalam gerak kehidupan kita sehari-hari. 

Bersamaan dengan peradaban manusia dan negara, Pancasila tidak pernah memandang ideologi lain sebagai lawan yang harus disingkirkan, tapi bagaimana mengakomodasikan hal-hal positif supaya bermanfaat bagi bangsa. Karena itu kita perlu lebih memahami dan wujudkan nilai-nilai ideologi bangsa kita dalam kehidupan sehari-hari.

Sudah terbukti sepanjang perjalanan bangsa, Pancasila telah merawat dan melindungi kita dari berbagai ancaman kehancuran. Jadi, bukan NIIS, namun nilai-nilai Pancasila yang harus diradikalkan. Sejak usia dini.

Salam Indonesia.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Naik Kereta Api Surabaya ke Jogja

Mencermati Teori Werner Menski: Triangular Concept of Legal Pluralism

Perjalanan Seru dari Makassar ke Jogja