Mengapa Mereka Ditolak?



Dua aktor hebat, Heath Ledger (RIP) dan Jake Gyllenhaal, berakting sangat memukau sebagai pasangan homoseksual dalam film Brokeback Mountain. Film yang disutradarai Ang Lee dan rilis pada 2005 ini dianggap sebagai film dengan tema paling kontroversial, sehingga gagal diganjar Oscar.  

Namun mendapat pujian dan rating positif sebagai salah satu film terbaik tentang hubungan manusia sama jenis. Film ini berhasil menyampaikan pesan kemanusiaan bagaimana setiap orang hendaknya menerima orang lain (homoseksual) untuk tetap hidup di lingkungannya, tanpa merasa terasing.  

Adegan demi adegan yang mengambil setting peternakan domba di pegunungan Wyoming, AS, seketika langsung memenuhi isi kepala saya, karena cukup terkejut dengan hasil investigasi jurnalisme harian lokal Makassar, tentang fenomena homosekual di Makassar. 

Media tersebut mengistilahkan komunitas tersebut dengan ‘Manusia Belok’. Salut buat untuk keberanian mengangkat fenomena tersebut, yang menurut beberapa kelompok masyarakat tertentu masih tabu untuk diangkat, apalagi ke media yang sangat mudah menggiring opini masyarakat. 

Sungguh, di tengah pesatnya kemajuan pembangunan kota Makassar, kita dihadapkan pada situasi yang benar-benar nyata, di mana saat para homoseksual di kota Anging Mamiri mempertaruhkan segala kehormatan mereka sebagai manusia, untuk dapat diterima di tengah masyarakat.  

Kaum homoseksual juga manusia biasa, yang tak boleh dikucilkan dari kehidupan. Mereka menuntut adanya persamaan hak seperti layaknya di negara barat. Banyak sudah kajian ilmiah membuktikan bahwa kondisi homoseksual terbentuk oleh faktor lingkungan, bukan faktor genetik yang utama. 

Setiap orang memiliki karakter dasar masing-masing. Akan tetapi tanpa peran lingkungan karakter tersebut tidak akan berkembang. Dalam segala hal homoseksual sangat mirip dengan para heteroseksual, kecuali dalam prefensi seks. 

Selain itu orang yang mempunyai orientasi homoseksual juga cenderung mempunyai konsep diri yang negatif karena terkadang sangat sulit untuk membuka diri dan memberikan informasi kepada orang lain. Karakteristik yang sensitif, mementingkan aspek emosional, dan rapuh atau mudah terluka (vulnerable). 

Jadi, apapun alasan itu, mereka sudah menentukan pilihan. Sekalipun terdapat ‘kesalahan’ sikap mereka terhadap budaya Timur, tak dibenarkan kita menghakimi. Manusia kan bukan Tuhan. 

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Naik Kereta Api Surabaya ke Jogja

Mencermati Teori Werner Menski: Triangular Concept of Legal Pluralism

Perjalanan Seru dari Makassar ke Jogja