Hukum Ekonomi Richard A Posner

Richard A Posner menerbitkan buku Economic Analysis of Law pada 1970. Menurut hakim di United States Court of Appeals for the Seventh Circuit tersebut, aturan-aturan hukum Common Law pada kenyataanya efisien, dan aturan- aturan hukum Common Law seharusnya efisien. 

Dua pernyataan tersebut kontroversial sekaligus contradictio in se. Klaim pertama mengafirmasi suatu ideologi yang sepatutnya dicapai aturan-aturan hukum, namun klaim kedua justru menggeser common law ideology kembali ke belakang. 

Dua ide kontroversial tersebut menjadi paradigma baru bagi pendekatan analisis ekonomi dalam hukum. Ide tersebut lahir di Amerika Serikat yang menganut common law di mana putusan hakim begitu berperanan penting. 

Posner penganut normative directive yang mengusulkan agar hukum seharusnya menciptakan dan mendorong efisiensi dan menggunakan analisis social wealth maximization untuk mencari sintesis teoremanya. 

Posner juga meneliti aspek heuristik dan deskriptif dari analisis ekonomi dalam hukum. Aspek heuristik ingin mengkaji kesatuan antara doktrin hukum dengan institusi hukum. Sementara aspek deskriptif berusaha mencari logika ekonomi yang memengaruhi doktrin dan institusi hukum hingga mengakibatkan perubahan hukum. 

Pada intinya, kebijaksanaan dalam memutuskan suatu perkara. Karena itu, suatu kasus kriminal harus dikaji tidak hanya dari aspek hukum, tradisional praktis, atau teori legal konvensional. Lebih dari itu, segala aspek eksternal wajib dipertimbangkan. 

Teori analisis ekonomi dalam hukum adalah sebuah teori relatif baru yang tentu juga memiliki pengaruh bagi penganut civil law seperti hukum Indonesia. Selain itu, pengaruh teori hukum kritis serta hukum progresif yang berusaha menahan kemapanan aturan secara tidak langsung telah memaksa hakim di Indonesia berpikir secara holistik dan menyeluruh untuk memutuskan setiap perkara pengadilan.

Dalam perkembangan, ide analisis ekonomi dalam hukum berkembang mencakup tiga unsur, yakni kesatu, transaction cost of economy; kedua, economy institution dan; ketiga, public choice. 

Transaction cost of economy berkaitan dengan efisiensi peraturan hukum yang sebagian besar berkenaan dengan hukum privat. Economy Institution berkaitan dengan tindakan manusia termasuk peraturan hukum formal, kebiasaan informal, tradisi dan aturan sosial. Public Choice berkaitan dengan proses memutuskan secara demokratis dengan mempertimbangkan metode mikro ekonomi dan perdagangannya. 

Melalui prinsip ekonomi, Posner berharap dapat meningkatkan efisiensi hukum termasuk efisiensi dalam meningkatkan kesejahteraan sosial. Posner mendefinisikan efisiensi sebagai kondisi semua sumber daya dioptimalkan sehingga nilainya (value) dapat mencapai maksimal. Dalam analisis ekonomi, efisiensi dalam hal ini difokuskan kepada kriteria etis dalam rangka pembuatan keputusan-keputusan sosial (social decision making) yang menyangkut pengaturan kesejahteraan masyarakat. 

Efisiensi menurut Posner berkaitan dengan peningkatan kekayaan seseorang tanpa mengakibatkan kerugian bagi pihak lain. Berkaitan dengan hal itu, analisis ekonomi dalam hukum seperti ini dikenal dengan ide wealth maximization atau dalam istilah Posner Kaldor-Hic, di mana perubahan aturan hukum dapat meningkatkan efisiensi jika keuntungan pihak yang menang melebihi kerugian pihak yang kalah dan pihak yang menang dapat memberikan kompensasi kerugian bagi pihak yang kalah sehingga pihak yang kalah tersebut tetap menjadi lebih baik. 

Dalam konteks ini, Posner menekankan salah satu segi keadilan yang mencakup bukan sekadar keadilan distributif dan korektif. Posner menekankan pareto improvement di mana tujuan dari pengaturan hukum dapat memberi masukan bagi keadilan dan kesejahteraan sosial. 

Todd J. Zywicki dan Anthony B. Sanders menekankan aspek future yang sangat dipertimbangkan oleh Posner dalam teorinya mengenai hukum. Posner yakin bahwa melalui sistem-sistem ekonomi, pertimbangan akan suatu masa depan akan kesejahteraan sosial akan sangat besar. Dengan begitu, aturan-aturan hukum termasuk teori-teori hukum harus mampu dipahami oleh hakim demi terselenggaranya suatu sistem hukum yang baik.  

Posner pada dasarnya melihat suatu masa depan yang optimis dan percaya bahwa para hakim dapat menciptakan good law dan juga liberal law, jika hakim rajin mengabsorbsi social change dan perubahan-perubahan eksternal. Tujuannya jelas, yakni efisiensi putusan hakim. 

Berkaitan dengan faktor non hukum (non-legal factor) yang ikut memengaruhi pertimbangan para hakim dalam memutus perkara, tidak lepas dari karakter hakim bersangkutan. 

Di Amerika serikat, setidaknya terdapat dua karakter hakim. Kesatu, hakim konservatif, hakim yang lebih bersifat judicial restraint, hakim yang lebih menahan diri, memegang aturan dan proses yang telah tersedia. Hakim konservatif tidak akan mencoba ke luar hingga memasuki kewenangan lembaga lain. 

Kedua, hakim liberal, hakim yang bersifat judicial activism, yang lebih berani menerobos tradisi pembagian parlemen sebagai positive legislature (penyusunan undang-undang). Hakim yang bercorak judicial activism sering menjadi positive legislature dengan mengubah sehingga seakan menjadi penyusun undang-undang. Sering disebut dengan legislating from the bench

Pandangan Posner diperkuat Hilaire Mc. Dan Nigel D White, bahwa munculnya aliran di Amerika Serikat (American Realism) yang bertumpu pada pengamatan terhadap apa yang diputuskan hakim di pengadilan antara lain menjelaskan bahwa banyak faktor non hukum (non-legal factor) seperti ilmu ekonomi, yang ikut memengaruhi pertimbangan para hakim dalam memutus perkara.  

Selanjutnya bagaimana konsep-konsep mikro ekonomi tersebut diterapkan terhadap masalah-masalah hukum. Pendekatan analisa ekonomi dalam hukum ini lahir di Amerika Serikat yang menganut sistem common law di mana hakim memegang peranan penting dalam menetapkan apa yang merupakan hukum.

Pendekatan yang terakhir ini adalah cost-benefit analysis. Pendekatan analisis ekonomi dalam hukum, menekankan kepada costbenefit, yang kadang-kadang oleh sebagian orang dianggap tidak mendatangkan keadilan. Konsentrasi ahli ekonomi yang tertuju kepada efisiensi, tidak terlalu merasakan perlunya unsur keadilan (justice).   

Ditarik ke konsep Indonesia, UU No. 5 Tahun 1999 mengafirmasi hal tersebut dengan menyatakan, pada Pasal 2 dan 3 huruf a dan d, bahwa tujuan hukum persaingan usaha di Indonesia yaitu efisiensi ekonomi (economic efficiency) dan kepentingan umum atau bisa pula diartikan sebagai kesejahteraan rakyat (public interest). 

Efisiensi ekonomi berkaitan erat dengan konsep pasar bebas dan persaingan. Efisiensi ekonomi dapat diartikan sebagai mekanisme pasar bebas yang di dalamnya terdapat persaingan antara pelaku usaha yang bertujuan untuk mengeliminasi ekses penggunaan sumber daya, alokasi sumber daya untuk penggunaan yang paling efektif dan efisien, membuat pelaku usaha untuk memproduksi barang dengan kualitas setinggi-tingginya dengan harga yang serendah mungkin, dan menstimulus inovasi di bidang teknologi. 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Naik Kereta Api Surabaya ke Jogja

Mencermati Teori Werner Menski: Triangular Concept of Legal Pluralism

Perjalanan Seru dari Makassar ke Jogja