Multiperspektif dalam HAM Internasional (2)

Maraknya pelanggaran HAM secara tidak langsung telah mendorong gerakan HAM untuk muncul ke permukaan dalam mengontrol suatu rezim. Masalah HAM berkembang menjadi isu politik internasional dan mendorong munculnya banyak lembaga HAM yang jumlahnya melebihi lembaga di bidang lain. 

Pelanggaran HAM bukan hanya terjadi pada masa perang, pada saat damai pun ternyata tidak berkurang. Pelanggaran HAM yang dilakukan oleh suatu rezim pada masa damai lebih berstruktur dan berproses lebih lama. Bahkan, tidak tertutup kemungkinan pelanggaran HAM juga dilakukan oleh negara maju. Dengan demikian, pelanggaran HAM tidak hanya dipengaruhi oleh faktor politis dan budaya, tetapi juga sosial dan ekonomi.

Menanggapi fenomena tersebut, beberapa lembaga HAM yang terdapat di dunia saling bekerja sama, contohnya Amnesty International, Komisi Pakar Hukum Internasional, International Helsinki Federation for Human Rights, American Watch, Africa Watch, Asia Watch, dan Liga Internasional untuk HAM. 

Amnesty International hanya bertugas untuk membebaskan semua tahanan politis, anti kekerasan, menghapus hukuman mati, penyiksaan, dan perlakuan kejam, serta menghentikan penghukuman tanpa proses. Senjata dan tujuan dari lembaga kemanusiaan, seperti Amnesty International adalah untuk menggugah rasa malu dan bersalah suatu negara atau suatu rezim.

Konsep HAM, pada hakikatnya merupakan konsep tertib dunia. HAM pada pelaksanaannya menjadi persoalan hukum dan harus diatur sesuai dengan ketentuan hukum. Oleh sebab itu, landasan hukum yang memuat dan mengatur HAM harus tetap dijaga oleh pemerintah dan masyarakatnya sendiri. HAM dengan negara hukum merupakan satu kesatuan. Alasannya salah satu tujuan pembentukan negara hukum adalah melindungi HAM. 

Sebaliknya, keberadaan HAM akan memerlihatkan bagaimana realisasi dari tatanan hukum itu sendiri. Bagaimanapun tanpa sanksi hukum, HAM tidak akan berarti dan tidak banyak berpengaruh pada perbaikan institusi HAM itu sendiri. Oleh sebab itu, HAM harus diberi bobot hukum sehingga menjadi landasan legalitas untuk bertindak. 

Akan tetapi, masalah itu masih terus diperdebatkan dan masih dipertanyakan apakah DUHAM, Kesepakatan Helsinki (1975), dan Kesepakatan Wina (1991) dapat dijadikan landasan untuk bertindak. Sementara itu, isi ketentuan hanya bertaraf imbauan dan bukan merupakan konstitusi internasional. Kalaupun ada sanksi, itu pun di luar ketentuan yang ada. Sanksi itu muncul karena adanya kepentingan dari negara kapitalistik. Sanksi dan intervensi pun banyak yang tidak mengubah perbaikan HAM di suatu negara.

Namun, menurut Kjeldsen Hastrup, Mukadimah Pasal 55 dan 56 bersama Pasal 41 dan 42 Piagam PBB dapat dijadikan legitimasi untuk bertindak masuk ke suatu negara dengan atau tanpa intervensi militer demi penegakan HAM. Hal itu karena disintegrasi dan instabilitas di suatu negara cenderung merusak tatanan HAM dan menjadi ancaman bagi perbaikan dan penegakan HAM dan sistem demokrasi.

Apakah hubungan demokrasi dengan HAM? HAM dan demokrasi merupakan satu kesatuan yang saling mendukung dan tidak dapat dipisahkan karena demokrasi adalah wadah untuk menghargai martabat kemanusiaan. 

Demokrasi politik mencakup hak sipil dan politis, seperti kebebasan berpendapat, kebebasan pers, kebebasan berorganisasi, dan hak untuk berpartisipasi dalam politik. Suatu negara demokratis seharusnya memerjuangkan dan menjaga hak-hak itu. 

Menurut laporan dari UNDP dan Freedom House, sebenarnya terdapat empat puluh jenis hak dan kebebasan yang menjadi ukuran kuantitatif suatu negara disebut demokrasi. Jadi suatu negara dapat disebut sebagai negara demokrasi yang baik, kurang baik, tersendat, terbatas, semu, dan beku, bergantung pada cara suatu negara menghormati ke-40 jenis HAM itu.

Bahkan, negara Barat melihat bahwa kondisi HAM di suatu negara dapat dijadikan ukuran bagi kemajuan dan perkembangan demokrasi suatu masyarakat dan negara. Menurut anggapan mereka kunci pembangunan dan kemajuan tidak terletak pada negara, tetapi pada kebebasan individu dan masyarakat sipil itu sendiri.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Naik Kereta Api Surabaya ke Jogja

Mencermati Teori Werner Menski: Triangular Concept of Legal Pluralism

Perjalanan Seru dari Makassar ke Jogja